Skip to main content

Pendidikan Partisipatif Perspektif Islam Bagi Kemandirian Berpikir Kader PII

 Oleh : Agung hd

Allah mengangkat orang-orang beriman di antara kamu dan juga orang-orang yang dikaruniai ilmu pengetahuan hingga beberapa derajat.”-- [ Al-Mujadalah : 11 ]

Pendidikan itu seumpama pintu gerbang ke dimensi lain. Dari dimensi ketidaktahuan kepada dimensi pemahaman, atau dari dimensi akal sakit kepada dimensi akal sehat. dalam perjalanan sejarahnya pendidikan merupakan satu hal yang tidak bisa dianggap remeh [kaleng-kaleng]. Pada masa Umar bin Khattab pendidikan sangat diperhatikan, yaitu dengan menjaga kesejahteraan para guru, yang tentunya berimbas pada kualitas pengajarannya. Atau Muhammad al-Fatih tidak akan memiliki kekuatan untuk menaklukkan Konstatinopel jika tidak di didik secara serius sejak ia kecil. Semangat kemerdekaan Indonesia juga diawali oleh kaum terdidik yang mendapatkan pemahaman mengenai kemerdekaan hidup dan negara. Che guevara tidak akan pemimpin revolusioner perang gerilya hingga kemudian Kuba merdeka jika ia tidak melalui proses belajar untuk membuka pikiran dan hati nuraninya.
Seperti itulah posisi dan kedudukan pendidikan di dalam kehidupan ini. Penting dan tidak bisa diremehkan. Namun, kemudian apakah segala bentuk pendidikan dapat membuat seseorang itu berpindah dari akal sakit kepada akal sehat, atau justru ada pendidikan yang membuat akal semakin sakit?

Pendidikan partisipatif merupakan salah satu upaya untuk menuju kemandirian pikiran yang telah disebutkan diatas. Pendidikan partisipatif di maknai sebagai model pendidikan yang melibatkan lebih dari satu elemen, baik itu pemerintah, sekolah, orang tua, masyarakat dan elemen lainnya. Pemerintah sebagai induk dari semua kewajiban sangat berperan penting dalam kemajuan pendidikan suatu negeri. Misalnya, Perluasan pemikiran [Filsafat Yunani] pada masa Abbasiyah tidak terlepas dari pada peran Khalifah-Khalifahnya, penerjemahan buku-buku filsafat Yunani akan salah satu keterlibatan dan kepeduliaan Daulah Islamiyah pada ilmu pengetahuan. Di mulai pada masa Khalifah al-Manshur, melakukan gerakan besar-besaran penerjemahan literatur Persia, India, Yunani klasik, dan Siryani ke dalam bahasa Arab. Bahkan sampai mendirikan Baitul Hikmah. Semua ini di lakukan atas dasar motivasi jihad ilmiah dan ijtihad keilmuan. Maka sebenarnya pemerintah berperan pada hal-hal yang bersifat infrastruktur yang berkaitan dengan pendidikan, karena jika tidak adanya infrastruktur pendidikan maka tidak mungkin ada kemajuan pendidikan. Dalam konteks inilah pendidikan partisipatif memberikan kebebasan dan kemerdekaan berpikir kepada peserta didik. Semua ini bertujuan untuk mengembamgkan pikiran peserta didik dengan baik. Doktrinisasi tidak terlalu ditekankan pada model pendidikan ini, otak dibiarkan mencari dan membaca baik itu teks ataupun konteks. Pada proses pencarian inilah peserta didik akan di pantik untuk berpikir secara mandiri dan kritis.

Pelajar Islam Indonesia, merupakan organisasi pelajar islam tertua pasca kemerdekaan. Telah banyak pengorbanan Pelajar Islam Indonesia untuk bangsa dan agama. mulai dari orde lama sampai pada reformasi. Namun, kejayaan masa lalu tidak dapat kita jadikan kebanggaan terus menerus, karena akan menyebabkan kematian kesadaran atas realitas yang terjadi saat ini. Puluhan tahun lalu Joesdi Ghozali menulis dalam bukunya “Islam dan Dunia Modern” mengenai kekhawatirannya atas realitas kehidupan yang terjadi saat ini, yaitu arus kebudayaan barat. Ketidakmampuan kita untuk bersikap mandiri menjadikan kita berkiblat pada kebudayaan barat, menyebabkan kita kehilangan identitas sebagai seorang muslim, karena hampir seluruh aspek kehidupan bercermin pada gaya hidup orang barat. Misalnya paham  permisivennes yang menjadikan nafsu sebagai Tuhannya. Segala apa-apa yang dilakukan hanya didasarkan pada nafsu semata. Hal ini tentu berangkat dari kekelir
uan sistem pendidikan sehingga melahirkan generasi yang memiliki pemikiran keliru pula. Seseorang tidak akan mungkin terpengaruh isme-isme barat jika diberi pemahaman sejak awal bahwa ada yang keliru dari cara berpikir dan cara hidup orang-orang barat. Kehidupan sekuleristik yang menolak agama ambil andil dalam seluruh aspek kehidupan merupakan salah satunya. Sekuleristik ini melahirkan banyak anak haram, yaitu liberalistik, hedonistik, oportunistik, kapitalistik dll. Coba kita perhatikan secara seksama dalam kehidupan hari ini terutama di kota-kota besar, akan sangat mudah sekali kita temukan kehidupan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Implikasi dari ini adalah semakin melemahnya umat secara keseluruhan. Padahal cita-cita Pelajar Islam Indonesia adalah Izzul Islam Wal Muslimin, bagaimana mungkin kejayaan itu dapat kita raih jika kita masih menjadikan kebudayaan barat sebagai kiblat?

Paradigma pendidikan materialistik merupakan buah dari sekulerisme. Pelajar sebagai benihbenih pimpinan generasi dididik sejak awal untuk bahwa kesuksesan dunia adalah adalah tolok ukur kesuksesan yang haikiki. Atau menjadikan tujuan akhir pendidikan adalah mendapat perkerjaan di kantor-kantor terkenal berkursi mewah. Paradigma ini sangat tidak sesuai dengan nilai-nilai islam, terlebih lagi pelajar tidak menjadikan ridho-Nya sebagai tujuan akhir. Penyebab pardigma ini setidaknya ada dua hal pertama, paradigma  pendidikan yang keliru dimana dalam sistem kehidupan sekuler, asas penyelenggaraan pendidikan juga sekuler.  Tujuan  pendidikan yang ditetapkan juga adalah buah dari paham sekuleristik tadi, yakni sekadar membentuk manusia-manusia yang berpaham materialistik dan serba individualistik. Sistem pendidikan menentukan akan seperti apa generasi yang ingin di ciptakan, jika ingin ber-orientasi pada dunia maka keduniaanlah sistem pendidikannya, jika ingin selamat dunia akhirat maka islamlah sistem pendidikannya.  Kedua, kelemahan  fungsional pada tiga unsur pelaksana  pendidikan, yakni (1) kelemahan pada lembaga pendidikan formal yang tercermin dari kacaunya kurikulum serta tidak berfungsinya guru dan lingkungan sekolah/kampus sebagai medium pendidikan sebagaimana mestinya, (2) kehidupan keluarga yang tidak mendukung, dan (3) keadaan  masyarakat yang tidak kondusif . ketiga persoalan ini merupakan implikasi dari kehidupan sekuler yang jauh dari nilai-nilai islam. Pola pendidikan Partisipatif akan percuma jika diatasnya ada sistem sekuler sebagai raja. Maka untuk menjadikan kader Pelajar Islam Indonesia memiliki kemandirian dan ke kritisan berpikir yang sesuai dengan nilai-nilai islam mesti menjadikan terdahulu islam sebagai asas harga mati. Bila itu sudah terjadi, maka perpaduan antara pola pendidikan partisipatif dan Pendidikan Islam akan berjalan harmonis dan dapat mentransformasi dari akal sakit kepada akal sehat.


Referensi: 

Faisal Ismail, “Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik”, (Cet. I: Yogyakarta: IRCiSoD, 2017)

Joesdi Ghozali, “Islam dan Dunia Modern”, (Semarang: Toko Kitab ALMUNAWAR, 1977)

Muhammad Ismail Yusanto, “Menggagas Kembali Konsep Sistem Pendidikan Islam” [ebook]

Ilun Mu’alifah, “Progresivisme John Dewey  dan Pendidikan Partisipatif Perspektif Islam”, Jurnal PAI Vol. 1, No. 1, 2013 h. (105-125) https://media.neliti.com/media/publications/117981-ID-progresivismejohn-dewey-dan-pendidikan.pdf 

Comments

Popular posts from this blog

Islam Tidak Perlu Sufiks -Isme

Oleh : Agung hd Kata Islam merupakan kata benda (masdar) dari kata kerja aslama [fi’il madhi/waktu lampau] dan yaslimu [fi’il mudhari’]. Kata Islam berarti tunduk, patuh, pasrah, berserah diri, damai, dan selamat. Semua makhluk yang ada di bumi berislam [berserah diri, patuh, dan tunduk] kepada Allah Swt. Mereka semua bersujud, tunduk, dan patuh kepada hukum-hukum-Nya. Seorang muslim yang taat akan terima dan ikhlas atas aturan yang telah ditetapkan oleh Alllah Swt. Ini merupakan konsep dari keberserahan diri yang ada pada pengertian Islam itu. Penolakan pada satu saja aturan satu saja aturan Allah Swt. Menunjukkan sikap ketidakberserahan secara menyeluruh. Dan penolakan atas hukum Allah Swt. Berarti mengingkari-Nnya. Secara terminologis, Islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah Swt. Kepada Rasulullah SAW. Melalui perantaraan malaikat Jibril untuk di sampaikan kepada manusia sebagai bimbingan, petunjuk, dan pedoman hidup demi keselamatan dunia akhirat. Karena Islam

Manusia Itu Laut

Perlu kita pahami bahwa manusia (Mikrokosmos) adalah miniatur alam semesta (Makrokosmos); luas, dalam dan tidak dapat di jangkau sepenuhnya. Maka menyerang kepribadian seseorang secara liar bukan lah keputusan yang arif. Engkau boleh membedah manusia dengan pisau bedah yang bernama Psikologi, Filsafat, Antropologi atau apapun itu. Tapi engkau juga harus mengerti, manusia bukan lah buku yang bisa kau tuntaskan; manusia itu lautan. Apabila kau temui suatu titik dimana seolah-olah engkau memahami seseorang, tidak lain itu hanyalah bersifat dugaan, atau kecuali hanya sebagian kecil dari keseluruhan tentangnya. Mungkin engkau pernah mendengar. Bahwa setiap manusia memiliki satu, dua atau lebih hal yang hanya ia dan Tuhannya yang tahu — dalam kata lain, ia merahasiakannya. Terlepas dari motif dibaliknya. Itu lah mengapa manusia di sebut lautan atau miniatur alam semesta. Manusia menyimpan sebuah potensi. Dan apabila potensi itu mengemuka, dapat memberi dampak besar kepada lu

Stasiun Jakarta Kota

Sesampainya di stasiun Jakarta Kota siang itu ia berjalan ke arah kursi panjang dengan raut sumringah, lalu ia duduk. Ia duduk dengan posisi yang anggun menandakan bahwa ia seorang yang santun. Sesekali ia membuka HP, sesekali ia membaca buku. Tanpa memerdulikan pandangan orang-orang ia duduk selama beberapa waktu. Hari itu stasiun tidak terlalu ramai, karena memang itu adalah hari minggu. Pada hari minggu biasanya orang-orang Jakarta memilih berlibur ke puncak atau menghabiskan waktu di rumah, udara Jakarta kurang bersahabat buat bermain-main. Namun siang itu udara agak sejuk, karena langit di luar sana mendung. Tetapi iklim Jakarta tetaplah kekanakan, sulit di duga akhirnya. Laki-laki itu beranjak dari kursi dan berjalan menyusuri tembok stasiun sembari melihat-lihat sekitaran. Wajahnya sumringah memancarkan semangat harapan. “ Menunggu satu jam bukanlah waktu yang lama untuk sebuah hal penting. ” Bisiknya dalam hati. Ia sedang menunggu seorang perempuan. Tiga tahun lalu di