Skip to main content

Islam Tidak Perlu Sufiks -Isme


Oleh : Agung hd

Kata Islam merupakan kata benda (masdar) dari kata kerja aslama [fi’il madhi/waktu lampau] dan yaslimu [fi’il mudhari’]. Kata Islam berarti tunduk, patuh, pasrah, berserah diri, damai, dan selamat. Semua makhluk yang ada di bumi berislam [berserah diri, patuh, dan tunduk] kepada Allah Swt. Mereka semua bersujud, tunduk, dan patuh kepada hukum-hukum-Nya. Seorang muslim yang taat akan terima dan ikhlas atas aturan yang telah ditetapkan oleh Alllah Swt. Ini merupakan konsep dari keberserahan diri yang ada pada pengertian Islam itu. Penolakan pada satu saja aturan satu saja aturan Allah Swt. Menunjukkan sikap ketidakberserahan secara menyeluruh. Dan penolakan atas hukum Allah Swt. Berarti mengingkari-Nnya.

Secara terminologis, Islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah Swt. Kepada Rasulullah SAW. Melalui perantaraan malaikat Jibril untuk di sampaikan kepada manusia sebagai bimbingan, petunjuk, dan pedoman hidup demi keselamatan dunia akhirat. Karena Islam adalah sebagai petunjuk dan pedoman hidup untuk keselamatan dunia akhirat dan ketenangan lahir bathin, maka kedudukan Islam seumpama kendaraan Raksasa yang mengangkut milyaran manusia dengan perlengkapannya yang kompleks serta Ulama dan Khalilfah sebagai Pilot dan teknisinya.

Sufiks -isme berasal dari Yunani -ismosLatin -ismusPrancis Kuno -isme, dan Inggris -ism. Akhiran ini menandakan suatu paham atau ajaran atau kepercayaan. Beberapa agama yang bersumber kepada kepercayaan tertentu memiliki sufiks -isme dan isme ini identik dengan kepercayaan yang berdasarkan politik, sosial, dan ekonomi. 


 Para Orientalis barat generasi awal mempunyai cara pandang yang salah tentang agama Islam. Mereka memandang Islam sebagai ciptaan atau hasil pemikiran Nabi Muhammad Saw. Mereka menyebut Islam Sebagai Muhammadanisme [Paham Muhammad]. Padahal dalam posisi ini Nabi Muhammad Saw. Adalah pembawa pesan peringatan dan petunjuk dari Allah Swt. Islam bukan hasil pemikiran dan bukan paham ciptaan Nabi Muhammad Saw. Begitu juga Islam bukan paham ke-Araban atau Arabisme. Karena Islam bukan milik pribadi dan bukan milik segolongan orang, tapi milik umat manusia yang mau beriman dan mengakui eksistensi Allah Swt.

 Islam bukan produk akal manusia. Islam bukan kebudayaan. Islam bukan isme. Karena kedudukan Islam bukanlah hasil dari pikiran manusia. Sementara isme-isme yang ada di dunia saat ini, merupakan produk kebudayaan manusia. Kalau Islam di katakan sebagai isme, maka secara tidak langsung mengatakan islam itu setara dengan isme-isme hasil pikiran manusia. Meskipun isme bermakna sebagai  ajaran atau keyakinan tidaklah tepat jika di sandingkan dengan kata "islam" karena tanpa sufiks isme-pun telah jelas bahwa islam adalah sebuah ajaran dari Allah untuk umat manusia sebagai kendaraan kepada keselamatan dunia dan akhirat.

 Jika dilihat dri perspektif historis, isme ini merupakan kata yang di pakai untuk melengkapi ide atau gagasan hasil buah pikiran manusia. Sufiks isme selalu identik dan lebih melekat dengan buah pikiran barat, seperti Nasional-isme, Kapital-isme, Liberal-isme, Sosial-isme , sekular-isme, femin-isme,  egalitarian-isme, dll. Isme-isme ini tidak ada satupun yang bersumber dari Islam, maka wajar bila kemudian isme-isme ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

 Islam sebagai agama [wahyu] sangat tidak tepat jika diberi sufiks isme karena Islam bukan manifestasi dari pikiran manusia. Sehingga dengan tidak memberikan sufiks isme pada kata "Islam" merupakan upaya untuk menjaga keluhuran, ketinggian kedudukan, dan kemuliaan ajaran yang berasal dari Allah Swt. Dan agar tidak terkesan setara dengan Ideologi hasil dari pikiran manusia.


Referensi:

Faisal Ismail, "Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik"

Rayfiqa Sihombing, "Muncul dan Berkembangnya Isme-isme di Dunia", [Artikel] https://www.academia.edu/8198605/Muncul_dan_Berkembangnya_Isme-isme_di_Dunia

https://id.wiktionary.org/wiki/-isme

https://id.wikipedia.org/wiki/-isme


Comments

Popular posts from this blog

Manusia Itu Laut

Perlu kita pahami bahwa manusia (Mikrokosmos) adalah miniatur alam semesta (Makrokosmos); luas, dalam dan tidak dapat di jangkau sepenuhnya. Maka menyerang kepribadian seseorang secara liar bukan lah keputusan yang arif. Engkau boleh membedah manusia dengan pisau bedah yang bernama Psikologi, Filsafat, Antropologi atau apapun itu. Tapi engkau juga harus mengerti, manusia bukan lah buku yang bisa kau tuntaskan; manusia itu lautan. Apabila kau temui suatu titik dimana seolah-olah engkau memahami seseorang, tidak lain itu hanyalah bersifat dugaan, atau kecuali hanya sebagian kecil dari keseluruhan tentangnya. Mungkin engkau pernah mendengar. Bahwa setiap manusia memiliki satu, dua atau lebih hal yang hanya ia dan Tuhannya yang tahu — dalam kata lain, ia merahasiakannya. Terlepas dari motif dibaliknya. Itu lah mengapa manusia di sebut lautan atau miniatur alam semesta. Manusia menyimpan sebuah potensi. Dan apabila potensi itu mengemuka, dapat memberi dampak besar kepada lu

Stasiun Jakarta Kota

Sesampainya di stasiun Jakarta Kota siang itu ia berjalan ke arah kursi panjang dengan raut sumringah, lalu ia duduk. Ia duduk dengan posisi yang anggun menandakan bahwa ia seorang yang santun. Sesekali ia membuka HP, sesekali ia membaca buku. Tanpa memerdulikan pandangan orang-orang ia duduk selama beberapa waktu. Hari itu stasiun tidak terlalu ramai, karena memang itu adalah hari minggu. Pada hari minggu biasanya orang-orang Jakarta memilih berlibur ke puncak atau menghabiskan waktu di rumah, udara Jakarta kurang bersahabat buat bermain-main. Namun siang itu udara agak sejuk, karena langit di luar sana mendung. Tetapi iklim Jakarta tetaplah kekanakan, sulit di duga akhirnya. Laki-laki itu beranjak dari kursi dan berjalan menyusuri tembok stasiun sembari melihat-lihat sekitaran. Wajahnya sumringah memancarkan semangat harapan. “ Menunggu satu jam bukanlah waktu yang lama untuk sebuah hal penting. ” Bisiknya dalam hati. Ia sedang menunggu seorang perempuan. Tiga tahun lalu di