Skip to main content

Islamic Worldview: Jantung Falsafah Gerakan PII

Oleh : Agung hd


Bagian 1 : Muqaddimah

Sebelum sampai pada hakikat dan inti falsafah gerakan Pelajar Islam Indonesia (PII). Ada penjelasan pembuka yang menerangkan posisi, arti dan fungsi falsafah gerakan. Penjelasan ini ada di dalam Muqadimmah, yang dimulai oleh ayat al-Qur’an (QS. al-Alaq: 1-5), tapi ulasan yang ku lakukan akan ku mulai dari (QS.Ali Imran:104), bukan karena aku suka lompat-lompat, tapi karena tidak ku temukan kitab tafsir (QS. al-Alaq: 1-5) karena keterbatasan materil. Aku tidak mungkin menjelaskan ayat tanpa tafsir, kecuali jika ingin berimajinasi.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”(QS.Ali Imran:104)
Di dalam tafsir Al-Azhar (Juz IV) karya Prof. Dr. Buya Hamka, dijelaskan mengenai ayat diatas; bahwa nikmat islam terdapat diantaranya pada persaudaraan sesama muslim, kelembutan hati, dan terpelihara dari panasnya api neraka. Untuk menjaga nikmat tersebut, kita mesti menyeru orang-orang yang masih berada dalam lingkaran munkar. Tegasnya dengan melakukan dakwah. Menyuruh untuk berbuat yang ma’ruf, yaitu yang patut dan yang sopan.

Dalam ayat diatas ada dua kata poin, yaitu ma’ruf dan munkar. Ma’ruf diambil dari kata ‘uruf yang berarti yang dikenal, atau yang dapat dimengerti dan dapat dipahami oleh masyarakat. Yang munkar artinya ialah yang dibenci; yang tidak disenangi; yang ditolak oleh masyarakat, karena tidak patut dan tidak pantas. Tidak layak dilakukan oleh manusia yang berakal.
Menyampaikan ajakan kepada yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar itulah yang dinamakan dakwah. Dengan adanya yang berdakwah, agama menjadi hidup, bukan hidup segan mati tak mau.
Namun kalau kesadaran beragama belum tumbuh, menjadi sia-sia sajalah menyebut yang ma’ruf dan menentang yang munkar.

Kalau kesadaran beragama merupakan komponen penting dalam melakukan dakwah. Maka yang pertama kali yang mesti dilakukan oleh Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah dengan memberi kesadaran utuh kepada anggota atau seluruh kadernya. Dimulai dari kesadaran ini Pelajar Islam Indonesia bisa melakukan dakwahnya sesuai dengan tujuan dan cita-cita organisasi yaitu kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan. Karena bagian dakwah itu bermacam-macam dan fokus Pelajar Islam Indonesia (PII) ada pada bagian itu, maka yang harus dilakukan ialah dengan menyeru pelajar dan yang memiliki keterkaitan dengan pelajar itu sendiri. Dakwah dengan fokus pada pendidikan dan kebudayaan bukan merupakan satu hal yang mudah. Mengingat ini adalah era modernisasi, dimana dunia timur dan barat dengan mudah terkoneksi. Hingga kebudayaan yang tidak baik atau yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam dan ketimuran banyak melintas dalam kehidupan ini. Upaya peng-sekuleran umat khususnya pelajar merupakan sesuatu yang tidak bisa dibirakan, meskipun pada realitasnya dapat dilihat dengan jelas bahwa paham-paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan dunia, paham yang meng-agungkan kesenangan, dan paham yang memuja kebebasan nafsu telah merasuk ke dalam kehidupan umat dan khususnya pelajar.

Kekhawatiran atas arus modernisasi ini telah di tuliskan oleh Joesdi Ghazali dalam bukunya “Islam dan Dunia Modern”. Dimana menurutnya, kebudayaan barat dapat menyeret bangsa dan generasi muda kelembah dekadensi moral dan akhlak. Terlebih lagi permissivenes telah merasuk kedalam kehidupan kota yang identik dengan kehidupan negara maju barat, dimana orang sekehendak nafsunya dalam berbuat. Padahal kalau moral hanya diserahkan kepada hawa anfsu maka nafsulah yang akan dijadikan Tuhannya.

Namun Joesdi Ghazali berpendapat semua itu belum terlambat. Ia mengatakan itu 42 tahun lalu. Tahun dimana belum ada Iphone, belum ada komputer canggih, belum ada televisi berlayar terang, belum ada smartphone. Dimana teknologi tidak secanggih sekarang. Semua bisa terkoneksi dan buming dengan mudah hanya melalui media sosial. Andai ia tahu sampai sekarang arus New Morality itu semakin berkembang pesat dan masuk kedalam kehidupan umat manusia. Dunia barat dan timur tidak ada sekat yang berarti. Teknologinya bercampur baur, begitupun moralnya. Andai dia tahu kebudayaan barat yang miskin moral justru malah semakin mengakar dalam kehidupan umat. Bahkan tidak sedikit kader Pelajar Islam Indonesia (PII) yang terpengaruh. Akankah Joesdi Ghazali mengatakan semua ini belum terlambat?
Ya, ini sudah terlambat. Paham kebaratan dan keduniaan terlanjur mengakar dalam kehidupan umat muslim. Maka kemudian yang seharusnya dilakukan ialah mengembalikan umat dari lembah keterasingan religius dan moralitas kepada puncak islam sebagai identitas. Bagaimana Pelajar Islam Indonesia (PII) ingin mewujudkan kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan, sementara inti utama perusak pendidikan dan kebudayaan itu masih berdiri pongah (barat). Maka dakwah yang semestinya dilakukan adalah dengan menghajar barat itu sendiri, karena dengan keruntuhan baratlah kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam itu dapat terwujud. Gaya hidup hedon, dan cara berpikir yang liberal telah menyatu dengan kebanyakan umat khususnya pelajar. Ini bukan persolan receh dan remeh temeh. Dampak dari gaya dan cara berpikir itu menyebabkan interpretasi ulang atas apa yang telah diajarkan dalam islam. Mempertanyakan poligami, mempertanyakan hukum pemimpin, mempertanyakan kesetaraan, mempertanyakan keadilan antara perempuan dan laki-laki. Padahal islam telah menentukan dan mengatur itu dengan adil dan selalu relevan dengan zaman, selama kita mau melihatnya dengan hati yang halus dan akal pikiran yang sehat. Sementara keadilan atas penduduk Palestina, Uighur, Rohingnya dan yang lainnya jarang disuarakan oleh generasi hedon dan liberal ini. Padahal itulah yang harus di diskusikan dan di pertanyakan, bukan malah mendebat ketetntuan islam hanya sekedar untuk kepuasan nafsu semata, padahal ketentuan islam telah sempurna sejalan dengan kesempurnaan islam itu sendiri. Dakwah Pelajar Islam Indonesia mesti di mulai dari kesadaran atas realitas ini.

Karena tidak mungkin Izzul Islam Wal Muslimin tegak dan berdiri diatas kaki orang-orang yang mempertanyakan keabsahan aturan islam itu sendiri.
Kalau Rasulullah memulai dakwahnya dengan menyadarkan masyarakat jahiliyah dari menyembah sesuatu berwujud materil (patung, raja, dan pembesar kaum). Maka tugas dakwah saat ini adalah menyadarkan dan mengembalikan umat dari gaya hidup yang di Tuhankannya itu (hedonisme).
Pada bagian muqaddimah ini, tertulis bahwa pada pra kemerdekaan Indonesia umat islam terpecah-pecah menjadi beberapa kelompok. Dan perpecahan itu masih berlangsung sampai sekarang. Bila PII menyadari fenomena ini, semestinya yang dilakukan PII adalah bagaimana dalam proses perjuangan ini dapat mengembalikan dan menyatukan umat islam dari keterpecahan itu. Atau setidaknya tidak menjadi biang kerok perpecahan itu.

Indonesia sebagai negara dan bangsa yang plural, yang di dalamnya terdapat beragam suku, budaya, dan pikiran. Sangat rentan terjadinya pergesekan antar keberagaman ini. Akhir-akhir ini dapat kita lihat dengan jelas baik di media sosial maupun media televisi. Masyarakat penuh dengan pertikaian dan debat kusir mengenai pemilihan presiden april 2019 mendatang. Yang ironisnya, masyarakat yang terlibat dalam pertikaian itu bukanlah yang memahami bagaimana realitas bangsa dan negara. Tapi masyarakat yang hanya bermodalkan pengetahuan parsial tapi dengan gagahnya bertikai. Pada bagian inilah PII mesti hadir sebagai pihak yang mendamaikan dan mencerdaskan terutama untuk kalangan pelajar dan mahasiswa.

Bagian 2: Pengertian, Fungsi, dan Tujuan Falsafah Gerakan Pelajar Islam Indonesia (PII)
Dari semua instrumen organisasi PII yang menjadi dasar Paradigma Gerakan PII adalah Falsafah Gerakan, karena Falsafah Gerakan memuat penjelasan aspek-aspek fundamental dari missi dan eksistensi PII berupa kerangka idealitas PII tentang realitas. Artinya sesungguhnya pandangan dunia PII termuat di dalam Falsafah Gerakan, dan kemudian akan menentukan pilihan instrumen institusi dan aktualisasi gerak Pelajar Islam Indonesia (PII). Falsafah gerakan adalah formulasi konseptual cara pandang PII terhadap aspek-aspek fundamental dari misi dan eksistensinya yang menjadi dasar paradigma gerakan PII. Falsafah gerakan mesti menjadi motivasi dan inspirasi bagi kader PII dalam proses perjuangannya. Bagaimana PII menajdikan islam sebagai landasan paling kuat dalam perjuangan ini. Dan menjadikan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam. Maka kemudian falsafah gerakan berfungsi sebagai dasar paradigma gerakan PII, menjadikan faslafah gerakan sebagai kerangka nilai dan cara pandang bagi kader PII dalam menjalankan aktifitas perjuangannya. Sehingga falsafah gerakan PII memiliki tujuan memberikan pemahaman yang utuh terhadap aspek-aspek fundamental gerakan PII dan menentukan setiap aktualisasi gerak dan langkah PII dan kader-kadernya dalam perjuangan.

Maka falsafah gerakan adalah inti sari dari seluruh komponen PII. Di dalam falsafah gerakan tercantum aspek-aspek fundamental; 1. Pandangan dunia islam, 2. Formulasi cita-cita PII (Tafsir tujuan) tentang masa depan, 3. Karakteristik kaderv PII, 4. Cara pandang PII terhadap
eksistensinya (sebagai koridor pencapaian tujuan) berupa karakter dan identitas gerakan PII, yaitu: Tri Komitmen, Catur Bakti dan Karakteristik bangun organisasi PII.

Bagian Islamic World View

Pelajar Islam Indonesia (PII) melakukan perjuangannya dengan membangun kesadaran dalam menyikapi realitas kehidupan. Sebagai organisasi yang memiliki komitmen ke-islaman yang kuat maka PII melihat realitas dari sudut pandang sebagai seorang muslim. Dan PII telah menjadikan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai pijakan, maka PII telah melihat bahwa prolematika yang terjadi ditengah-tengah realitas ini mesti di kembalikan pada islam, karena islam sebagai agama yang kaffah sebagai solusi problematika realitas itu. Maka tidak ada yang salah kalau aku katakan bahwa Islamic World View ialah jantung dari Falsafah Gerakan PII. Anggap falsafah gerakan dan PII sebagai makhluk hidup yang satu tubuh. Kalau jantung makhluk hidup itu rusak maka akan sakitlah tubuh zahirnya, kalau jantung makhluk hidup itu berhenti maka matilah tuannya. Jika kita tidak ingin PII sakit maka yang harus di jaga adalah falsafah gerakan-nya. Jika kita tidak ingin falsafah gerakan PII sakit maka kita mesti menjaga Islamic World View-nya.

Jelas sudah bahwa Islamic World View, Falsafah Gerakan, dan PII adalah makhluk satu tubuh. Agar PII sehat dan kuat, maka kita mesti menjaga keseluruhan tubuh makhluk ini.

Hakikat Islam
Islam diketahui dengan cara memahami dan mempelajari aspek-aspek kunci dari ruang lingkup ajaran Islam. Aspek-aspek tersebut meliputi pengertian Islam, siapa yang menurunkan Islam, di mana dan kepada siapa diturun-kan Islam, melalui apa Islam dapat dipahami, dan melalui siapa Islam disampaikan dan ditemukan dalam realitas historis.

Pengertian Islam
Secara etimologi, Islam berasal dari kata kerja aslama yang berarti: berserah diri, menunaikan perintah, damai, keselamatan, kesejahteraan, dan bersih dari pencemaran. Dari pengertian ini, Islam dipahami sebagai ajaran yang menyelamatkan dan menyejahterakan. Juga dimaknai sebagai penyerahan diri secara sukarela kepada kehendak Ilahi dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Nya, serta mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
Islam dalam pengertian ajaran yang menyelamatkan dan mensejahterakan, tampil dalam terma ad-dien atau agama. Kata ad-dien sering disandingkan dengan kata Islam menjadi ad-dien al-Islam atau Dienullah dan ad-dien al-haq. Hal ini untuk menunjuk Islam sebagai suatu sistem ajaran.

Ad-Dien secara bahasa berarti tunduk, taat, patuh, pembayaran, perhitungan, dan hukum atau perundang-undangan. Dengan demikian jika Islam disandingkan dengan dien dapat diartikan sebagai suatu sistem ajaran dari Allah SWT yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia yang akan menyelamatkan dan menyejahterakan kehidupan manusia, tentunya jika manusia tunduk dan patuh terhadap ajaran tersebut serta berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Penyerahan diri secara sukarela rela secara tidak langsung memaknakan bahwa umat muslim yang percaya dan yakin atas kesempurnaan islam harus mengikuti kententuan atau aturan yang ada di dalam islam secara kaffah. Sebagai contoh, poligami merupakan salah satu hal yang diperbolehkan di dalam islam. Dalam al-Qur’an Allah SWT mempersilahkan bagi suami yang ingin berpoligami meskipun dalam kedudukan tidak smapai di wajibkan dan di anjurkan, namun secara hukum islam tidak melarangnnya. Lalu kemudian kita dengan dunia feminisme ingin mempertentangkan poligami antara pantas atau tidak pantas. Bahkan sampai pada wilayah menentang. Jika di lihat dengan pandangan yang jujur, tentu mempertentangkan poligami merupakan penentangan atas sesuatu yang sebenarnya telah di bolehkan oleh al-Qur’an, meski tidak sampai pada wilayah menganjurkan. Di pandang dari pandangan yang jujur ini merupakan ketidakterimaan kita terhadap seluruh aturan islam, secara singkatnya kita tidak rela. Padahal islam itu adalah agama yang berserah diri yang berarti penuh kerelaan.
“Bahkan, barang siapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah SWT sedang dia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah [2]: 112)

Kerelaan dan keberserahan diri mesti ada disini. Karena dalam perjuangan ttidak jarang kita akan mengorban banyak hal yang berharga baik itu materil atau non materil. Perjuangan yang didasarkan pada ke-islaman yang kuat akan dengan suka rela tetap berjuang meskipun dalam situasi dan kondisi yang penuh tekanan dan rintangan. Hanya dari pengertian islam ini saja, kader PII semestinya telah menemukan inspirasi dan motivasi perjuangannya.
Dalam kerangka epistemologi ajaran Islam, sumber ajaran Islam mempunyai hirarki struktur kebenaran yaitu sebagai berikut :

- Alquran, adalah kalamullah (firman Allah SWT) yang diturunkan kepada Rasul- Nya, penutup para Nabi yaitu Muhammad shallallahu „alaihi wasallam, yang dimulai dengan surat Al Fatihah dan diakhiri dengan surat An Naas. Alquran merupakan sumber ajaran Islam yang tertinggi yang menjadi rujukan dalam menafsirkan dan menyikapi realitas. Alquran merupakan struktur transendental yaitu gambaran mengenai sebuah bangunan ide yang sempurna mengenai kehidupan, suatu ide murni yang bersifat meta-historis.
Kedudukan al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi di dalam islam. Sumber rujukan tertinggi. Sumber pengetahuan tertinggi. Dari al-Qur’an semua dimulai, seperti misalnya al-Qurr’an menganjurkan manusia untuk berpikir. Dari proses berpikir ini lahirlah pemahaman atas sesusatu dan pemahaman yang mendatangkan solusi atas problematika realitas.

- As sunnah, sebagai model penafsiran dan aktualisasi ide-ide transendental ajaran Alquran secara historis oleh Rasulullah shallallahu „alaihi wassalam. Model penafsiran dan aktualisasi tersebut melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan Rasulullah shallallahu „alaihi wasallam.
Tiada seorang pun merasa ragu bahwa orang yang berpegang teguh pada Alquran dan Assunnah ia benar-benar berada di atas petunjuk yang membawanya kepada jalan yang lurus
- Ijtihad, adalah berusaha dengan sunguh-sungguh untuk memecahkan masalah yang tidak ada ketetapannya baik dalam Alquran maupun hadis dengan menggunakan akal pikiran yang sehat dan jernih serta berpedoman kepada cara- cara menetapkan hukum-hukum yang telah ditentukan, hasil ijtihad dapat dijadikan sumbre hukum yang ketiga.
Dalam berijtihad seseorang dapat menempuhnya dengan cara ijma dan qiyas.

- Ijma’ ialah kesepakatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rosululloh. Berpegang teguh kepada hasil ijma‟ diperbolehkan bahkan menjadi keharusan.

- Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadia lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya.
Dari sumber hukum islam diatas dapat di tarik pemahaman bahwa islam merupakan agama yang solutif. Persoalan yang terjadi di dalam kehidupan umat harus di selesaikan oleh orang yang berkompeten baik dengan al-Qur’an atau as-Sunnah atau ijtihad atau ijma’ dan qiyas. Dari beberapa sumber hukum diatas menunjukkan bahwa islam bukanlah agama yang kaleng-kaleng. yang hanya mengatur soal peribadatan semata namun islam mengatur seluruh aspek kehidupan umat manusia baik itu persoalan individu maupun persoalan raksasa seperti bernegara.

Pokok-pokok Ajaran Islam

Pokok-pokok ajaran Islam melingkupi keseluruhan aspek kehidupan (syumuliyah) dan teruntuk bagi keseluruhan ummat manusia (alamiyah). Pokok-pokok ajaran Islam dapat diklasifikasi ke dalam tiga ajaran pokok sebagai berikut :
- Ajaran tentang Aqidah yaitu ajaran tentang keyakinan seorang atau masyarakat muslim terhadap Allah subhanahuwata‟ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitabNya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan takdir-Nya.
- Ajaran tentang Syari`ah yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah subhanahuwata‟ala (ibadah mahdhah) dan tata hubungan dengan sesama manusia atau dengan lingkungannya (ibadah ghairu mahdhah/mu‟amalah).
- Ajaran tentang Akhlak yaitu ajaran tentang nilai, norma dan prikelakuan manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, dengan Allah subhanahuwata‟ala dan yang ghaib, dengan sesama manusia, dan dengan lingkungan.
Kerangka bangun tauhid ada tiga, yaitu:
Tauhid Rububiyah, yaitu mengakui Allah subhanahu wata‟ala adalah Rabb segala sesuatu; Pemilik, Pencipta, Pemberi rizki, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang memberi manfaat dan mendatangkan bahaya, Yang bagi-Nya segala urusan, Yang di Tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu serta Dia tidak memiliki sekutu apa pun. Beriman kepada rububiyah Allah subhanahu wata‟ala yaitu kepercayaan yang pasti bahwa Allah subhanahu wata‟ala adalah Rabb yang tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mengesakan Allah dengan perbuatan-perbuatan- Nya, yakni dengan meyakini bahwa Allah subhanahu wata‟ala -lah Dzat satu-satunya yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini (QS. Az Zumar [39]: 62) dan memiliki kerajaan langit dan bumi (QS. Al Maidah [5]: 120).
Allah subhanahu wata‟ala telah memberikan fitrah kepada semua makhluknya untuk beriman kepada rububiyah-Nya, bahkan hingga orang-orang musyrik Arab dahulu (QS. Al Mu‟minun [23]: 86-89). Beriman kepada rububiyah Allah subhanahu wata‟ala tidaklah cukup bagi seorang hamba untuk menjadikannya sebagai seorang muslim, tetapi ia harus beriman kepada uluhiyah Allah subhanahu wata‟ala. Sebab Nabi Muhammad tetap memerangi orang-orang musyrik Arab, padahal mereka mengakui rububiyah Allah subhanahu wata‟ala.
Tauhid Uluhiyah, yaitu keyakinan secara pasti bahwa hanya Allah subhanahu wata‟ala semata yang berhak atas segala bentuk ibadah, baik yang lahir maupun batin. Seperti doa, takut (khauf), berserah diri (tawakkal), memohon pertolongan (isti‟anah), shalat, zakat, shiam dan lain-lain. Jadi, hamba tersebut yakin bahwa Allah adalah Al Ma‟bud (Dzat yang disembah), yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Karena itu,
tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah subhanahu wata‟ala. Beriman kepada uluhiyah Allah yaitu mengakui bahwa hanya Allah subhanahu wata‟ala -lah satu-satunya Dzat (ilah) yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi- Nya. Dan ilah artinya adalah ma‟luh, maksudnya yang disembah dengan penuh kecintaan dan pengagungan.
Tauhid Asma‟ dan Sifat Allah subhanahu wata‟ala, yaitu menetapkan asma‟ (nama- nama) dan sifat Allah subhanahu wata‟ala berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk Diri-Nya di dalam Alquran dan sunnah Rasul-Nya, sesuai dengan apa yang pantas bagi Allah subhanahu wata‟ala. Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai Allah subhanahu wata‟ala dalam asma‟ dan sifat-Nya (QS. Asy Syura [42]: 11).
Posisi Tauhid dalam sistem ajaran Islam sangatlah sentral. Tauhid adalah dasar dari pandangan dunia Islam, yaitu kerangka pandang Islam dalam melihat dan menyikapi realitas. Hal tersebut meliputi bagaimana implikasi Tauhid dalam melihat realitas ontologis (hakikat yang ada; tuhan, alam, dan manusia), kerangka epistemologi Islam, dan cara pandang (weltanschaung: worldview) Islam tentang kehidupan. Begitu juga implikasinya dalam memandang persoalan teologis (ketuhanan), kosmologis (alam), maupun antropologis (manusia). Bahkan lebih jauh melakukan perubahan kemasyarakatan berdasarkan cita-cita etik dan profetik dari konsepsi Tauhid tersebut. (Implikasi-implikasi tersebut dibicarakan dalam bagian Pandangan Dunia Islam dalam Falsafah Gerakan ini).

Comments

Popular posts from this blog

Islam Tidak Perlu Sufiks -Isme

Oleh : Agung hd Kata Islam merupakan kata benda (masdar) dari kata kerja aslama [fi’il madhi/waktu lampau] dan yaslimu [fi’il mudhari’]. Kata Islam berarti tunduk, patuh, pasrah, berserah diri, damai, dan selamat. Semua makhluk yang ada di bumi berislam [berserah diri, patuh, dan tunduk] kepada Allah Swt. Mereka semua bersujud, tunduk, dan patuh kepada hukum-hukum-Nya. Seorang muslim yang taat akan terima dan ikhlas atas aturan yang telah ditetapkan oleh Alllah Swt. Ini merupakan konsep dari keberserahan diri yang ada pada pengertian Islam itu. Penolakan pada satu saja aturan satu saja aturan Allah Swt. Menunjukkan sikap ketidakberserahan secara menyeluruh. Dan penolakan atas hukum Allah Swt. Berarti mengingkari-Nnya. Secara terminologis, Islam adalah agama yang di turunkan oleh Allah Swt. Kepada Rasulullah SAW. Melalui perantaraan malaikat Jibril untuk di sampaikan kepada manusia sebagai bimbingan, petunjuk, dan pedoman hidup demi keselamatan dunia akhirat. Karena Islam

Manusia Itu Laut

Perlu kita pahami bahwa manusia (Mikrokosmos) adalah miniatur alam semesta (Makrokosmos); luas, dalam dan tidak dapat di jangkau sepenuhnya. Maka menyerang kepribadian seseorang secara liar bukan lah keputusan yang arif. Engkau boleh membedah manusia dengan pisau bedah yang bernama Psikologi, Filsafat, Antropologi atau apapun itu. Tapi engkau juga harus mengerti, manusia bukan lah buku yang bisa kau tuntaskan; manusia itu lautan. Apabila kau temui suatu titik dimana seolah-olah engkau memahami seseorang, tidak lain itu hanyalah bersifat dugaan, atau kecuali hanya sebagian kecil dari keseluruhan tentangnya. Mungkin engkau pernah mendengar. Bahwa setiap manusia memiliki satu, dua atau lebih hal yang hanya ia dan Tuhannya yang tahu — dalam kata lain, ia merahasiakannya. Terlepas dari motif dibaliknya. Itu lah mengapa manusia di sebut lautan atau miniatur alam semesta. Manusia menyimpan sebuah potensi. Dan apabila potensi itu mengemuka, dapat memberi dampak besar kepada lu

Stasiun Jakarta Kota

Sesampainya di stasiun Jakarta Kota siang itu ia berjalan ke arah kursi panjang dengan raut sumringah, lalu ia duduk. Ia duduk dengan posisi yang anggun menandakan bahwa ia seorang yang santun. Sesekali ia membuka HP, sesekali ia membaca buku. Tanpa memerdulikan pandangan orang-orang ia duduk selama beberapa waktu. Hari itu stasiun tidak terlalu ramai, karena memang itu adalah hari minggu. Pada hari minggu biasanya orang-orang Jakarta memilih berlibur ke puncak atau menghabiskan waktu di rumah, udara Jakarta kurang bersahabat buat bermain-main. Namun siang itu udara agak sejuk, karena langit di luar sana mendung. Tetapi iklim Jakarta tetaplah kekanakan, sulit di duga akhirnya. Laki-laki itu beranjak dari kursi dan berjalan menyusuri tembok stasiun sembari melihat-lihat sekitaran. Wajahnya sumringah memancarkan semangat harapan. “ Menunggu satu jam bukanlah waktu yang lama untuk sebuah hal penting. ” Bisiknya dalam hati. Ia sedang menunggu seorang perempuan. Tiga tahun lalu di